Senin, 02 April 2018

ANEKA RAGAM, EGALITER DAN SALING MELENGKAPI

Tiga bulan menjadi anggota BAN SM (Badan Akeditasi Nasional Sekolah/Madrasah), saya belajar banyak hal.  Lima belas anggota dengan latar belakang pendidikan beragam, pekerjaan pokok yang beragam dan kepribadian yang beragam membuat perilaku keseharian mereka sangat beragam.  Namun satu perilaku yang sama dan membuat suasana pergaulan nyaman adalah egalitarian.  Dalam rapat, anggota BAN SM bebas menyampaikan pendapat, namun dengan bekal kedewaan mereka menyampaikan dengan santun, walaupun sebenarnya pendapat itu “membedah” persoalan yang sedang dibahas secara dalam.  Meminjam instilah Pak Abdul Malik - Dr.Ir. Abdul Malik, MA. konsultan pendidikan dan mantan orang Bappenas-seringkali anggota BAN SM mbetheti kebijakan Kemdikbud.  Dan memang beliau seringkali mblejeti praktek kependidikan kita dengan tajam, sekaligus memberikan usulan jalan keluar untuk memperbaiki.

Dalam pergaulan di luar rapat juga sangat egaliter. Saling bercanda dengan kelakar yang kadang-kadang lucu.  Pak Ketua - Dr. Tony Toharudin, MSc. pakar statistika dari Unpad - sangat santun dan ngemong anggota yang usianya banyak yang lebih tua.  Bu Itje - Dr. Itje Khadidjah, MA. dosen Uhamka, praktisi pendidikan dan Ketua Dewan Pendidikan DKI, banyak memberikan inspirasi betapa beliau gigih dalam memperjuang idealisme.  Keinginan beliau untuk mengubah kebiasaan yang kurang baik dalam praktek kependidikan merupakan contoh nyata.  Pak Marjuki - Dr. Marjuki, MPd. mantan Ketuan BAP Bengkulu - banyak memberikan usulan praktis bagaimana menyelesaikan persoalan karena pengalaman panjang beliau di BAP. Bu Capri - Dr. Capri Anjaya, M.Hum. yang berpengalaman panjang dalam pengelolaan Sekolah Internasional – dan Bu Silvi – Dr. Sylvia P. P. Soetantyo, MEd. Dosen UPH dan berpengalaman sebagai Kepala sebuah Sekolah Internasional - banyak memberikan pandangan dari kalangan “luar pemerintahan” tentang sekolah internasional. Pak Arismunadar-Prof Dr. Arismunandar, mantan Rektor UNM - banyak memberikan pandangan yang komprehensif terhadap suatu permasalahan. Sangat mungkin itu merupakan pengalaman sebagai rektor yang terbiasa melihat masalah secara utuh.  Pak Pranata-Sumarna Surapranata, PhD, mantan Dirjen GTK-seringkali menjadi ahli hukum karena pandangannya yang cermat terkait dengan Undang-undang maupun aturan lain yang terkait dengan masalah yang sedang di bahas.  

Anggota yang lain tidak kalah kontribusinya.  Pak Maskusi - Dr. Maskuri, MEd. dari berpengalaman menjadi punggawa Kementerian Agama – memerikan informasi banyak tentang madrasah, Pak Budi - Dr. Ir. Budi Susetyo, MS pakar Statistika IPB banyak membantu menyelesaikan data, Pak Nur - Drs. Muhamad Nur, MPd yang berpengalaman panjang sebagai “pendamping guru” di LPMP Jakarta banyak memberikan pengalaman bagaimana mengatasi masalah di sekolah , Pak Yusro - Dr. Muhamad Yusro, MT - dosen muda dari UNJ yang berpengalaman menjadi asesor SMK banyak memberikan informasi khususnya ketika membahas akreditasi SMK, Pak Sayuti - Muhamad Sayuti, PhD. dosen UAD yang banyak melakukan penelitian banyak memberikan pemikiran akademik tentang akreditasi, dan Pak Nyoto - Dr. Amat Nyoto, MPd – dosen UM  yang pandai menyanyi dan anggota lama, banyak memberikan informasi bagaimana instrumen dikembangkan di masa lalu dan apa kendala dalam pelaksanaan akreditasi di lapangan.

Dengan komposisi anggota dan pengalaman yang beragam, diskusi selalu hidup dan mendapat pandangan dari berbagai sisi.  Sebagai contoh, saat mendiskusikan instrumen akreditasi muncul pertanyaan apakah butir instrumen harus sebanyak itu, apakah butir-butir itu memang mengukur kualitas pendidikan di sekolah.  Terjadi perdebatan panjang.  Pandangan kritis akademik menyoroti relevansi butir-butir instrumen, merambat apakah delapan standar pendidikan yang selama ini kita gunakan memang didukung oleh konsep yang kokoh, bahkan akhirnya masuk ke area filosofis apa yang dimaksud mutu pendidikan.  Seperti biasanya perdebatan akademik akan panjang karena masing-masing memiliki rujukan dari school of thought yang berbeda.

Namun akhirnya semua sadar bahwa target tahun 2018 sudah ditetapkan untuk mengakreditasi sekian sekolah/madrasah dan difokuskan pada sekolah/madrasah yang belum pernah diakreditasi.  Nah, jika instrumen dipermasalahkan kapan akreditasi dilaksanakan.  Akhir disepakati untuk tahun 2018 akreditasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen yang ada, sambil melakukan kajian yang mendalam apa tujuan utama akreditasi, aspek-aspek apa yang harus dinilai, seperti apa instrumen untuk mengukurnya, bagaimana menghitung dan menyimpulkannya.  Moga-moga tahun 2019 sudah dapat dilakukan akreditasi dengan pemikiran baru yang tentunya lebih baik

Tidak ada komentar: